Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti angkat bicara perihal perkembangan terkini bisnis penerbangan Indonesia. Hal itu memicu diskusi bahwa bisnis penerbangan terimbas mahalnya tarif tiket pesawat hingga keberadaan kebijakan bagasi berbayar.
Ia mengungkapkan, bahwa dari data angkutan udara domestik
yang dihimpun Ditjen Hubud terlihat adanya fluktuasi jumlah penumpang.
Pada 2016, jumlah penumpang Januari 6,7 juta, Februari 6,4 juta, Juli 8,7 juta,
dan Desember 8,4 juta.
Tahun 2017, bulan Januari jumlah penumpang 7,7 juta, Februari 6,5 juta, Juli
9,5 juta, dan Desember 9,0 juta. Sedangkan tahun 2018, bulan Januari jumlah
penumpang 8,3 juta, Februari 7,5 juta, Juli 9,7 juta dan Desember 8,1 juta
penumpang.
“Jadi saya mengajak semua stakeholder untuk optimis memandang bisnis
penerbangan tahun ini akan terus tumbuh dan berkembang. Mari kita kerja keras
dan cerdas dengan saling bersinergi. Dan yang paling penting, harus tetap
mengutamakan keselamatan, keamanan, pelayanan dan patuh terhadap aturan-aturan
penerbangan yang berlaku,” ujarnya.
Meski demikian. Pola Pramesti mengatakan bisnis penerbangan memiliki siklus tersendiri. Misalnya ada musim sepi (low season) dan musim sibuk (peak season).
Low season biasanya terjadi di pertengahan januari sampai bulan Febuari.
Penumpang didominasi oleh pebisnis dan pekerja, sementara penumpang dengan
keperluan “pleasure” atau wisatawan menurun.
Sedangkan peak season biasanya terjadi di tengah tahun, saat liburan
sekolah dan akhir tahun saat liburan natal dan tahun baru. Ada juga puncak peak
season yang khusus terjadi di Indonesia yaitu libur Lebaran.
“Penurunan penumpang, hampir terjadi setiap tahun, memang kondisi low season
yang merupakan siklus tahunan, yaitu Januari, Februari, dan Maret baru
mengalami peningkatan,” tutur Polana