(021)-559-0447 secretariat@apg.or.id

Menanggapi beragam kabar yang beredar mengenai isu mogok Asosiasi Pilot Garuda & Serikat Karyawan Garuda yang tergabung dalam Sekber, maka melalui kesempatan ini perlu ditegaskan bahwa sejak awal, Sekber sama sekali tidak pernah berniat untuk melaksanakan aksi mogok pada periode Lebaran. Hal ini bisa dilihat dari konferensi pers yang lalu pada 2 Mei 2018 bahwa kita menunggu 30 hari kerja untuk mendapat tanggapan dari pemerintah dan atau pemegang saham.

Baik APG maupun SEKARGA sama-sama memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap mengedepankan sikap yang profesional dalam melayani kebutuhan konsumen terutama pada periode peak season (puncak liburan) ini.

Kami juga bersyukur pada beberapa waktu yang lalu telah melakukan pertemuan dengan Menko Kemaritiman bapak Luhut Binsar Panjaitan untuk menyampaikan beberapa persoalan mendalam yang menjadi akar permasalahan dari menurunnya kinerja Garuda, terutama sejak pertengahan tahun 2017. Pada kesempatan tersebut bapak Menko Kemaritiman juga menyampaikan kesediaannya untuk membantu mencari solusi terbaik yang diharapkan dapat menjadi jalan keluar dari berbagai persoalan di tubuh Garuda. Kami menyambut baik pertemuan tersebut, dan tentunya besar harapan kami muncul nya sebuah solusi sebagai hasil dari pertemuan tersebut.

Perlu kami tegaskan bahwa proses komunikasi dengan pihak Manajemen sudah sering kali dilakukan dan tidak mencapai titik temu. Oleh sebab itu pada akhir 2017, Sekber mengirim surat kepada Presiden RI dan Meneg BUMN memohon untuk segera dicarikan solusi terbaik untuk membawa Garuda segera keluar dari keterpurukan. Dikesempatan ini juga perlu disampaikan bahwa seluruh karyawan Garuda merupakan insan yang sangat mencintai perusahaan ini, sehingga tidak mungkin kita berbuat sesuatu jika tidak ada masalah serius yang berpotensi membawa Garuda menuju kehancuran.

Gelar maskapai bintang 5 yang diberikan oleh Skytrax pada Februari 2018 lalu tentu merupakan sebuah kebanggaan sekaligus juga menjadi kesedihan mendalam bagi karyawannya karna harus menahan malu terhadap konsumen dikarenakan pelayanan yang sangat buruk yang diberikan oleh perusahaan bintang 5 ini. Delay dan Cancel Flight sudah bukan menjadi hal yang baru bagi kita. Oleh sebab itu menjadi pertanyaan besar OTP ( On Time Performance ) garuda yang mencapai 89%. Mungkin karena pengurangan jumlah flight yang signifikan akibat dari buruknya operasional sistem yang baru, atau karena banyak penjadwalan ulang dari ETD ( Estimate Time Departure) yang mendadak dilakukan untuk disesuaikan dengan terlambatnya penerbangan tersebut sehingga data akan menunjukkan penerbangan yang Delay hanya sedikit.

Buruknya pelayanan perusahaan bintang 5 ini juga dicerminkan dari pengurangan jumlah cabin crew sampai minimum. Bagaimana mungkin konsumen sebuah maskapai bintang 5 berharap akan mendapatkan pelayanan sekelas bintang 5 dengan minimal cabin crew. Tentunya menjadi pertanyaan besar seberapa jauh komitmen Garuda akan status bintang 5 nya itu.

Belum selesai masalah pelayanan terhadap penumpang, rasa malu karyawan Garuda lagi-lagi harus disembunyikan akibat dari pemberitaan tentang kerugian garuda yang mencapai 2,9 triliun di akhir 2017. Bahkan tertulis di beberapa media bahwa kerugian Garuda merupakan yang terbesar diantara 20 BUMN lainnya. Celakanya pemberitaan media tersebut tidak hanya dimuat di media nasional, tapi juga sampai ke media-media asing.

Ternyata tidak hanya selesai sampai disitu karyawan Garuda harus menahan malu. Hubungan industrial yang tidak harmonis pun menjadi perhatian utama belakangan ini. PKB yang sudah memasuki masa pensiun pada tahun 2016 ternyata tidak diindahkan oleh manajemen. Kenyataan ini tentu menggambarkan betapa arogannya manajemen dengan menganggap bahwa karyawan hanya sebagai alat bukan sebagai aset dari perusahaan. Upaya komunikasi seringkali dicoba, sampai pada akhirnya Sekber mengirim surat resmi permohonan BIPARTIT yang ternyata juga tidak ditanggapi oleh manajemen. Lantas sebuah logika sangat sederhana pun berkata, tuntutan 90% yang mana yang sudah dipenuhi.

Cerita lucu perusahaan ini berlanjut lagi ketika manajemennya menasehati pegawainya tentang kata komitmen. Mungkin perusahaan ini sudah lupa bagaimana para pegawainya bersusah payah untuk menjaga berlangsungnya operasional ketika perusahaan kacau balau akibat dari buruknya sistem rotasi aircrew yang terjadi pada Desember 2017. Saat itu banyak aircrew yang bersedia diterbangkan walaupun sedang libur dan harus berhadapan dengan amuk dan marah para penumpang. Semua nasehat itu menjadi lucu ketika ditujukan kepada para karyawan yang memiliki rasa cinta dan kebanggaan yang sangat tinggi terhadap perusahaannya.

Berbagai masalah tersebut akhirnya membuat karyawan lebih memilih untuk bangkit menyelamatkan Garuda agar tetap terbang tinggi mengharumkan nama bangsa, dibandingkan berdiam diri memendam rasa malu.

Jika kita mengambil analogi sederhana bahwa sebuah penyakit hanya bisa sembuh dengan obat yang tepat, maka sebuah perusahaan penerbangan yang sedang sakit tidak mungkin bisa disembuhkan oleh orang yang tidak menguasai ilmu penerbangan.

Ttd

SEKBER ( Serikat Bersama )
APG – SEKARGA .